BANDUNG, FTV CHANNEL WIDYATAMA.AC.ID – Halo Sahabat FTV, lagi – lagi mahasiswa FTV dikejutkan dengan kehadiran sosok yang luar biasa. Dengan relasinya yang luas, salah satu dosen FTV Widyatama yakni Kenmada Widjajanto berhasil mengundang salah satu sahabatnya seorang jurnalis yang kini berprofesi sebagai wartawan Voice of America (VOA), Eva Mazrieva.
Eva Mazrieva adalah seorang wartawan penerima “Gold Medal” Broadcasting Board of Governor tahun 2016 dan penulis laporan serial perkawinan anak di Indonesia yang bergulir menjadi proyek multimedia VOA “The Worth of a Girl” atau “Nilai Seorang Anak Perempuan” tahun 2020.
Kuliah dengan Kejutan dari Dosen
Kelas diawali dengan penjelasan materi dari Pak Ken, yang membahas tentang perbedaan berita (news) dan berita bohong (hoax). Selain itu, diskusi aktif dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Beberapa saat kemudian, Pak Ken sempat mengangkat handphonenya dan berkata “Sebentar ya, saya angkat telepone dulu.” Para mahasiswa langsung curiga dan memerika bahwa ada partisipan bernama Eva yang bergabung dengan kelas daring, yang sebenarnya tidak ada mahasiswa bernama Eva di kelas FTV.
Tak lama kemudian, Pak Ken datang dan tiba – tiba melontarkan satu pertanyaan, “Menurut kalian, apakah di Amerika juga ada berita hoax?”. Para mahasiswa menjawab “Tentu pasti ada pak.”. Pak Ken menjawab, “Benarkah? Apa alasannya?”. Ada jeda sebentar sebelum Pak Ken melanjutkan, “Nah mari kita tanyakan ke narasumbernya langsung. Disini kita sudah kedatangan salah satu sahabat bapak, dulu di ANTV bareng dan sekarang menjadi wartawan VOA Indonesia, sekarang sedang di Virginia ya va?”
Eva Mazrieva pun kemudian menyalakan kameranya dan tersenyum menyapa para mahasiswa. Hal ini tentunya membuat para mahasiswa terkejut dan antusias. “Motif bapa menghadirkan dosen tamu seorang Jurnalis, pertama untuk sharing cerita nyata mengenai profesi jurnalis khususnya perempuan di Amerika, dan kedua, memberikan suasana yang berbeda dengan adanya dosen tamu, apalagi dengan cara surprise agar kuliah tidak membosankan.” Jelas Pak Kenmada ketika ditanya soal ide mengundang Eva Mazrieva ke perkuliahan kelas Jurnalistik TV Prodi FTV Widyatama.
Kisah Jurnalisme Eva Mazrieva dan VOA Indonesia
Kelas dilanjutkan dengan perkenalan Eva dan cerita perjalanan panjangnya mulai menjadi wartawan sejak 1995 dan sehingga akhirnya bisa sampai ke VOA, yakni kantor berita atau organisasi berita multimedia internasional AS terbesar yang menyediakan konten dalam 45 bahasa di negara-negara dengan kebebasan pers.
Eva mengungkapkan, bahwa pemerintahan di Amerika tak bisa melakukan intervensi kepada VOA. Karena VOA cukup diakui di Amerika dan mempunyai kebijakan editorial atau prinsip – prinsipnya sendiri yang objektif, tidak memihak siapapun (Netral), dan tetap mempertahankan integritas. Selain itu, VOA saat ini memiliki 45 siaran bahasa. “Masuk kantor VOA itu kaya masuk kantor PBB di New York. Ada orang pake Bahasa Indonesia, Ada orang Inggris, Arab, Perancis, dan masih banyak lagi. Karena masing – masing punya siaran bahasa sendiri.” Jelasnya.
Dalam kuliah daring tersebut, ada beberapa quotes yang diungkapkan Eva, seperti contohnya “We don’t just tell America’s story. We live it.”. VOA mencoba menjelaskan kisah tentang Amerika, karena bukan hanya mengetahui tentang kisah tersebut, tapi mereka juga hidup bersamanya. Itulah yang membuat VOA diakui dan mendapat kepercayaan publik. Eva Mazrieva pun mengawali materi diskusinya dengan mengangkat kasus George Floyd ketika tengkuknya diinjak polisi Minneapolis, serangan terhadap Gedung Kongres 6 Januari, upaya memastikan kesetaraan distribusi vaksin Covid-19, hingga pemberdayaan perempuan.
“Yang menjadi benang merah dari semua itu, yang senantiasa diberitakan itu adalah kebebasan pers. Press freedom should be at the top of everyone’s agenda. Kebebasan pers itu harus menjadi agenda utama setiap orang. Karena tanpa pers yang bebas, masyarakat ngga bisa dapet informasi yang akurat.” Ungkap Eva.
Dengan pembawaannya yang santai sekaligus tegas dalam menyuarakan kebebasan pers, Eva kembali bercerita hal – hal diskriminasi berlipat yang ia rasakan di Amerika, salah satunya yang ia dapat dari Presiden Trump tahun lalu. Trump dengan terang – terangan ketika berpidato menunjuk teman – teman wartawan dan berkata, “Itu dia media – media yang hoax. Yang tidak pernah menyuarakan apa yang saya sampaikan. Anda bisa serang dia. Lalu orang berbalik kearah kita dan melempari kita.” Upaya menjaga kebebasan pers bukan lagi sekedar dari orang anti pers, namun juga dari pemimpin negara.
Selain itu, diskriminasi lainnya juga dirasakan oleh Eva. Ketika sedang siaran live menggunakan jilbab, tiba – tiba ada orang lain yang menarik jilbabnya. “Itu menjadi tantangan untuk kita ya, wartawan yang memiliki diskriminasi lipat – lipat. Sudah bukan orang Amerika, perempuan, terus muslim dan pake kerudung lagi. Jadi kadang saya mengupayakannya dengan pake topi musim salju untuk menutupi rambut”. Namun hebatnya lagi, semua tantangan dan peristiwa yang tak mengenakkan itu tidak menjadikan Eva putus harapan untuk terus menyuarakan kebebasan – kebebasan persnya, salah satunya yakni isu kesetaraan gender. Eva pun menambahkan bahwa setiap peristiwa tidak menyenangkan itu selalu ia laporkan dan akan ditindak lanjuti oleh FBI. Karena di Amerika, tindakan penyerangan pers itu adalah tindakan yang dianggap serius dan mempunyai UU-nya sendiri.
Tanpa terasa, kuliah yang sangat berharga dan menambah insight ini tinggal tersisa beberapa menit lagi. Pada kesempatan akhir, Pak Ken membuka kesempatan bertanya kepada mahasiswa. Dan salah satu mahasiswi FTV, Simphony bertanya bagaimana caranya magang di VOA. Kemudian Eva menjelaskan, magang biasanya diadakan pada bulan November dan yang terpenting adalah harus punya pengalaman jurnalistik contohnya di media – media lokal.
Kesan Mahasiswa Prodi FTV
“Kesan saya kuliah pagi ini begitu berkesan ya, karena ada salah satu narasumber yang bekerja di media VOA Amerika. Saya jadi banyak mendapatkan ilmu baru dan pengalaman baru dari banyak sudut pandang. Kuliah pun jadi terasa happy walaupun masih pagi, kedepannya mungkin bisa ada kelas khusus bareng ibu Eva😍” ungkap Monica, salah satu mahasiswi FTV Widyatama.
Adapun Iqlima, peserta kuliah lainnya mengungkapkan, kuliah pada hari ini membuat kesan mendalam,sangat senang sekali, seru dan banyak tambahan ilmu baru terutama bagi saya sendiri. sebelumnya juga Terimakasih pak ken sudah menghadirkan ibu Eva Mazrieva (jurnalis VOA) dan terimakasih juga kepada bu Eva telah sharing dan cerita mengenai pengalamannya sebagai jurnalis di Amerika. Bagi saya pengalaman, cerita ibu sangat berkesan dan memberikan motivasi untuk saya. Pesannya semoga ada lagi sharing section dengan orang orang hebat lainnya, yang dapat memotivasi kita lagi dan semakin semangat untuk terjun mengembangkan media massa di Indonesia lebih baik.
Nah sahabat FTV, itulah cerita perjuangan dan perjalanan panjang yang dialami Eva sampai akhirnya menjadi jurnalis Voice of America (VOA) dan banyak mendapatkan prestasi dalam bidangnya. Sangat menginspirasi bukan? Terlepas dari semua tantangan yang dihadapi Eva, yang terpenting adalah selalu bekerja keras dan teguh mengejar cita – cita mulia yang sahabat FTV inginkan. Seperti Eva, jangan menyerah dan tetap semangat ya!!***Farisya